Tuesday, June 19, 2007

BILA USIA PASANGAN JAUH BERBEDA

"Eh, gila juga, ya, artis X itu. Suaminya jauh lebih muda, lo. Cakep, lagi. Pasti gara-gara si artis banyak duit." Rumpian macam itu, sering kita dengar. Sama seringnya dengan pria tua yang istrinya jauh lebih muda. "Itu, sih, lebih pantas jadi bapaknya. Tua banget!"

Omongan soal beda usia yang lumayan bahkan kelewat jauh, memang selalu saja terdengar. Padahal, seperti dituturkan psikolog Dra. Juliana Murniati, M.Si, "Sebetulnya enggak ada yang aneh pada pasangan yang berbeda usia cukup jauh. Komitmen mereka untuk melaksanakan pernikahan dan masalah-masalah yang akan ditemui di perkawinan, sama saja dengan pasangan yang usianya sebaya.

Dengan kata lain, beda usia, termasuk bila gap-nya cukup besar, seharusnya tak jadi masalah bila keduanya sudah siap menerima perbedaan. Termasuk konsekuensinya berpasangan dengan orang yang usianya cukup jauh.

TUA TAK SELALU LOYO

Di sisi lain, bukan berarti karena merasa sudah saling cinta, lalu soal beda umuryang cukup jauh ini lalu tabu dibicarakan, lo. "Justru sebaiknya jadi variabel tambahan yang perlu dipertimbangkan," tandas Juliana.

Pasalnya, ritme perkawinan pasangan yang berselisih usia cukup jauh, akan berbeda dengan pasangan yang sebaya. Terutama pertimbangan ke arah yang sifatnya fisik, mengingat fungsi-fungsi faal tubuh akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. "Artinya, ritme pasangan berusia sebaya, biasanya sama-sama enerjik. Bisa melakukan aktivitas fisik bersama, semisal berolahraga atau bahkan ke tempat dansa bersama. Sedangkan bila salah satu usianya jauh lebih tua, tentu ritmenya akan lebih lambat dan tampak timpang. Misalnya, yang satu masih enerjik, tapi pasangannya sudah enggan ke sana-kemari karena gampang lelah."

Ini bukan karena anggapan orang tua selalu loyo. Banyak, kok, yang tetap enerjik kendati usai makin senja. Semua terpulang pada karakteristik kepribadian masing-masing orang. Ada yang sudah berusia paruh baya dan mapan, tapi penampilannya masih tampak muda dan gesit. Senang melakukan aktivitas fisik dan outdoor. Sebaliknya, meski umurnya masih muda, tapi kuyu dan loyo. Tidak suka jalan-jalan dan lebih senang menghabiskan waktu di rumah.

TAK PERLU RAGU

Walhasil, tak perlu mundur bila jatuh cinta pada orang yang usianya ternyata berbeda cukup jauh. "Sebab, usia justru bukan merupakan alasan utama orang menjatuhkan pilihan. Orang memilih karena ada kesamaan minat, kecocokan kepribadian, dan kebutuhan. Complimentary need-nya bisa terpenuhi bila ia menikah dengan orang tersebut." Secara teoritis pun jarang ditemui, orang merasa tertarik dengan lawan jenisnya lalu langsung menanyakan usia. Yang sering terjadi adalah, pertama-tama orang tertarik secara fisik, menemukan kecocokan, lalu baru menanyakan umur.

"Nah, bila ia sudah merasa cocok secara minat dan kepribadian, biasanya faktor umur tak lagi dipersoalkan. Kecuali orang yang memang mensyaratkan kecocokan fisik sejak awal. Biasanya mereka akan mencari orang-orang dari golongan fisik yang disyaratkannya. Dengan demikian biasanya yang dicari adalah yang muda-muda," kata staf pengajar di Fakultas Psikologi Unika Atmajaya, Jakarta ini.

BAHAN GUNJINGAN

Jika wanita menikah dengan pria yang jauh lebih tua, tak begitu digunjingkan. Beda jika kawin dengan pria yang jauh lebih muda. "Biasanya si pria dicurigai punya maksud-maksud tertentu. Padahal, bisa saja mereka menikah karena merasa sudah saling cocok."

Masalahnya, di masyarakat kita sudah tertanam, suami yang ideal harusnya lebih tua dari istri. "Ini karena kita hidup dalam budaya patriarkis, di mana pria menjadi pihak yang lebih dominan. Soal usia pun, wanita harus di bawah pria. Tapi kalau makin banyak wanita menikah dengan pria yang lebih muda, lama-lama masyarakat akan menganggapnya biasa juga."

Di pihak wanita sendiri, disamping rasa cinta dan faktor kecocokan pribadi, menikah dengan pria lajang yang lebih muda lebih baik dibandingkan menjadi istri kedua dari pria-pria sebaya atau lebih tua yang umumnya sudah beristri. Sikap seperti ini tentunya patut dipuji.

Yang lebih penting adalah kesiapan wanita dan pasangannya untuk melihat perbedaan yang ada. "Pasalnya, si pria sudah tahu, dia suka dan merasa cocok dengan wanita yang kebetulan usianya lebih tua. Nah, dia harus memikirkan juga, bagaimana nanti dia pada usia 30 tahun, sementara istrinya, katakanlah, berusia 40 tahun dan sebentar lagi menopause. Jadi, disamping hal-hal yang menyenangkan, misalnya ketertarikan pada fisik luar dan kecerdasan, perlu juga dipikirkan hal-hal demikian."

Namun jika si pria sudah memutuskan, "Saya memilih karena ada sesuatu dalam diri kamu yang menarik di luar hal-hal fisik," berarti perkawinan tersebut direncanakan dengan baik karena ia siap menerima risikonya. Pokoknya, terlepas dari siapa yang lebih tua, sama seperti pasangan usia sebaya, kedua belah pihak harus siap menerima risiko-risiko dan perbedaan dalam perkawinan. Sekaligus siap mengikatkan diri pada komitmen yang dibuat bersama.


Sumber: Santi Hartono/Dint's/Nakita

Sunday, June 17, 2007

Menikah BEDA USIA Siapa takut!!!

Sudah tahu belum kalau Siti Nurhaliza sebentar lagi akan mengakhiri sama lajangnya?. Beliau akan menikah dengan seorang duda berusia 47 tahun, sedangkan Siti sendiri berusia 27 tahun. Banyak orang komen tentang pernikahan mereka terutamanya karena Siti mau menikahi orang yang jauh lebih tua darinya. Tetapi Siti tetap dengan keputusan sendiri, the show must go on…apapun orang komentar..biarlah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu, mungkin begitulah prinsipnya.

Hmm…kalau di hitung-hitung … perbedaan usia mereka adalah 20 tahun…kira-kira gimana ya…?lho gimana apanya…. Kenapa nggak percaya? Salahkah bila kita memilih teman hidup yang jauh lebih tua daripada umur kita.So what gitu lho?

Saya sebenarnya disini bukan ingin bercerita tentang Siti, Cuma saya tertarik untuk memperkatakan tentang perkawinan ‘beda usia’ ini, yang dimaksudkan disini dalam versi saya pribadi adalah perkawinan dimana umur kedua mempelai terpaut jauh yaitu lebih dari 10 tahun atau 20 tahun , atau bahkan lebih.

Saya tidak berpikir adalah menjadi suatu kesalahan apabila seseorang itu memutuskan untuk memilih seorang istri atau suami yang umurnya jauh beda dari umur dirinya sendiri. Yang penting adalah terdapat kesepahaman diantara keduanya , supaya kehidupan rumah tangga aman damai.

Nabi Muhammad SAW sendiri pun, beliau berkawin dengan Kathijah ra. ketika beliau berumur lebih kurang 25 tahun dan Khatijah berumur sekitar 40 tahun, demikian juga perkawinan beliau dengan Aisah , ketika itu Aisah dikatakan masih sangat muda ketika menikah dengan beliau. Walaupun terdapat perbedaan umur yang cukup jauh diantara Nabi dan istri-istrinya, namun kehidupan rumah tangga beliau tak dapat dipertikaikan lagi menjadi contoh tauladan bagi kita semua. Beliau sangat menyayangi dan menghormati istri-istrinya. Demikian pula istri-istri Nabi , mereka sangat menghormati Baginda.

Jodoh ,rezeki, maut semuanya ada di tangan Tuhan, Allah SWT. Bagaimanapun manusia berusaha, kalau Allah tak berkenan maka semuanya tidak akan terjadi. Demikian juga masalah jodoh ini. Ada yang mengatakan kalau menikah dengan yang lebih tua, banyak susahnya! Bagaimana nantinya ,..siapkah menjadi duda atau janda? Menurut pemikiran mereka kalau yang lebih tua kemungkinan akan lebih dulu meninggalkan dunia ini, lalu bagaimana dengan anak-anak , siapkah menjadi yatim? Dan banyak lagi ‘kalau-kalau’ yang lain, yang seolah-olah nya kawin dengan orang yang lebih tua itu terlalu banyak resikonya.!

Yang lebih tua belum tentu meninggal lebih dulu daripada yang lebih muda, banyak contoh dari pasangan suami istri yang ternyata suaminya meninggal dalam usia muda, ada juga yang menikah dengan suami yang lebih tua, tetapi ternyata istri yang jauh lebih muda itu meninggal dulu.Wallahu’alam. Jadi tak siapapun bisa meramalkan bagaimana kehidupan kita selanjutnya. Begitu juga dengan rejeki, Allah berjanji rejeki itu ada dimana-mana, tinggal manusianya mau berusaha atau tidak. Insya Allah selagi kita berusaha, kita tidak akan mati kelaparan.

Sebenarnya kalau kita percaya pada takdir Allah, dalam hidup kita ini tak akan ada rasa was-was. Semua orang akan mati, tinggal menunggu kapan waktu itu tiba, tak peduli tua atau muda, kalau ditakdirkan mati, maka saat itu juga nyawa dicabut dari raga. Demikian juga dalam perkawinan, kalau kita sudah merasa yakin dengan jodoh yang di berikan Allah teruskanlah, selagi semuanya kita lakukan sesuai dengan perintahnya!. Jangan takut akan hal-hal yang belum tentu berlaku, karena hanya akan membuat kita selalu merasa pesimis. Yang perlu ditekankan disini adalah walaupun beda umur dengan pasangan terpaut jauh, hendaknya keduanya berjanji untuk saling menyayangi, percaya,memahami, dan menerima pasangan apa adanya. Lillahi ta’ala insya Allah berkah…


Sumber:
http://whitelove-foryou.blogspot.com/2006/07/menikah-beda-usia-siapa-takut.html

Pasangan Lebih Tua? Mengapa Tidak?

Ketika cinta datang memanggil bukan tak mungkin ia akan hinggap pada siapa saja, bahkan kepada pria tua sekali pun. Sejauh mana kendala dan keuntungan saat harus menjalani hidup bersama pria yang lebih tua?

Mungkin Anda sering menjumpai sepasang suami-istri, di mana sang suami jauh lebih tua dibanding istrinya yang masih terlihat cantik dan muda. Atau, mungkin pasangan itu ternyata adalah Anda sendiri. Hmm...pasti Anda akan tersenyum sendiri saat mengingat masa-masa pendekatan dan pacaran. Bisa jadi, kala itu Anda sedikit malu karena merasa sedang berjalan dengan om atau malah ayah Anda. Lalu mengapa kala itu Anda memilih pasangan yang berusia jauh lebih tua sebagai pasangan hidup. Apakah ada faktor psikologis yang sangat memengaruhi?

Bukan tak mungkin tanpa Anda sadari sebenarnya Anda merupakan wanita yang father figure. Artinya Anda merasa bahwa tipe laki-laki seperti ayah Anda adalah lelaki sempurna yang dapat dijadikan pasangan hidup. Faktor tersebut dapat memicu Anda untuk mencari laki-laki yang memiliki sifat ngemong, dewasa, dan mampu menjadi panutan bagi Anda.

Hal lain yang dapat menyebabkannya adalah pencarian figur seorang ayah yang tak dapat ditemukan hingga sekarang. Seperti pengalaman Ina (29) yang tak pernah mengenal ayahnya karena meninggal di usia muda. Hingga ia pun tidak pemah merasakan kasih sayang sang ayah. Kondisi seperti inilah yang membuat ia akhirnya menikahi David (45) yang usianya terpaut 16 tahun. Bagi Ina, David bukan sekadar seorang suami tapi juga figur ayah di matanya. "Dia sangat dewasa dan sering memanjakan saya," terang Ina.

Faktor lain yang juga dapat menjadi alasan adalah kemapanan finansial. Bisa saja terpikir bahwa pria yang jauh lebih tua telah memiliki kemapanan finansial. Walaupun faktor ini jarang dapat diungkapkan secara jujur, namun sangat wajar bila seseorang lantas berpikir: siapa sih yang ingin terbelit dalam kehidupan yang susah?

Semua faktor itu memang bisa timbul tanpa Anda sadari. Namun selama terdapat komitmen dan pengertian yang cukup besar di antara Anda berdua hal tersebut akan menggairahkan kehidupan perkawinan Anda. Yang terpenting jangan pernah merasa rendah diri ketika harus berjalan beriringan dengan pasangan hanya karena dia jauh lebih tua dari Anda. Berikut adalah hal-hal yang dapat Anda pelajari untuk menyiasati perbedaan yang ada:

SELAMI PIKIRANNYA
Awalnya memang sulit menyatukan visi kehidupan Anda yang terasa jauh berbeda dengan pemikiran pasangan. Mulailah secara perlahan. Jika Anda ingin berjalan-jalan atau sekadar hang out, sementara dia lebih senang menghabiskan waktunya dengan berkebun atau bersantai di rumah, kompromikanlah. Jangan jadikan perbedaan itu sebagai benih pertengkaran. Diskusikan dan berusahalah untuk menyelami hobinya. Jangan lupa mengajaknya jalan-jalan atau hang out ketika ia tengah berkutat dengan hobinya. Bukan mustahil dia akan menuruti setelah ia melihat bahwa Anda pun mau turun tangan membantunya berkebun.

SELARASKAN PANDANGAN HIDUP
Beda usia kadang membuat pandangan tentang hidup menjadi berbeda pula. Di saat si dia mulai mengalami penurunan prestasi, namun Anda justru sedang berada di puncaknya, cobalah berbagi dan saling memahami perasaan-perasaan yang timbul akibat hal tersebut. Selaraskan pikiran Anda dalam memandang setiap masalah yang timbul. Tetap jadikan pasangan sebagai panutan dan hargailah dia. Pasalnya, bukan tak mungkin akan ada saatnya di mana pasangan mengalami post power syndrome yang dapat berakibat buruk bagi dirinya.

SANJUNG DAN BUAT IA MERASA BANGGA
Akan tiba masa di mana rambut pasangan mulai memutih atau perutnya mulai membuncit, sementara tanda-tanda itu masih samar pada Anda. Jangan permasalahkan itu. Ajaklah ia pergi ke salon untuk sekadar-mengecat rambutnya atau pergi berdua ke gym untuk menjaga vitalitas tubuhnya. Tapi jangan sampai Anda melupakan penampilan Anda sendiri. Tetap jaga kebugaran dan kecantikan Anda hingga ia akan merasa bangga pada usianya yang sudah tak lagi muda namun sang istri yang masih terlihat bugar tetap mau mendampinginya. Hal seperti ini akan membuat pasangan menjadi lebih percaya diri di lingkungannya.

SIASATI PUBER KEDUA
Saat berusia 50 tahun-55 tahun, seorang pria biasanya menyimpan masa rawan dalam kehidupan rumah tangganya. Pada usia ini seorang pria akan merasa telah menjalani kehidupan secara lengkap. Memiliki istri, anak, dan pekerjaan yang mapan. Akan timbul sebuah masa di mana pasangan ingin terlihat lebih dandy atau ingin selalu berkumpul bersama teman-temannya.

Di usia yang cukup rawan perselingkuhan ini siasati dengan mendukung aktivitasnya. Misalnya, ketika ia ingin terlihat lebih rapi, ajaklah berbelanja dan pilihkan pakaian yang sesuai dengannya. Atau ketika ia pergi bersama teman-temannya, tawarkan diri untuk ikut bergabung bersama istri teman-temannya. Jangan sampai malah terus-menerus mencurigainya. Justru sikap inilah yang akan memicu pasangan mencari "daun muda" yang dirasa bisa lebih memahami dirinya. Bebaskan ia menikmati masa-masa ini, namun jangan lepaskan mata Anda darinya. Dengan kata lain berilah ia kepercayaan penuh dan tingkatkan pula kepercayaan diri Anda.

WARNAI KEHIDUPAN SEKS
Jangan jadikan usia sebagai kendala dalam beraktivitas di alas ranjang. Perbarui dan variasikan hubungan Anda dengan mencoba hal-hal baru. Langkah ini dapat meminimalisir perselingkuhan saat pasangan memasuki usia rawan. Prinsipnya, buat apa pasangan mencari di luar jika di dalam rumah pun ia dapat Anda puaskan. Bagi seorang pria, seks tak akan pernah mati. Jadi, pintar-pintarlah untuk melayaninya agar hubungan Anda berdua tetap hangat. Tingkatkan hubungan suami istri dengan komunikasi yang lebih baik.

Intinya, Jangan pernah ragu untuk terus belajar memahami dan mengenal karakter pasangan agar semuanya dapat menjadi seimbang. Intinya, suami bukanlah orang yang harus ditakuti. Dengan berpegang pada komitmen dan menghormati apa yang telah Anda jalani bersama, hubungan pasti akan berjalan mulus. Satu hal lagi, jangan terlalu banyak meminta. Sebaliknya, belajarlah untuk selalu memberi tanpa harus berharap balas. Bersyukurlah atas apa yang telah Anda raih selama ini. Dengan demikian perbedaan usia justru akan menjadi sesuatu yang sangat indah.


Sumber: Majalah Lisa

Friday, June 15, 2007

Dijamin Awet, asal Saling Sayang

Till the death do us apart. Statement ini biasanya dilontarkan dari bibir dua sejoli yang lagi dimabuk kasmaran. Nggak ada yang sanggup menghalangi kalo udah saling cinta. Bahkan perbedaan usia pun nggak jadi masalah.

Malah mayoritas responDet (89,8 persen) yakin perbedaan usia jadi jurus awet pacaran. Kalau nggak percaya simak saja penyataan Nadia Nilamsari dari ITS. Dia berpendapat kalo emang udah saling suka, perbedaan usia nggak bakal bisa menghalangi kisah cinta dua manusia. "Asalkan pengertian, hubungan dijamin bertahan lama," ujarnya.

Menurut penghobi kya-kya ini, pacaran beda usia emang banyak hambatannya karena sering ada perbedaan pandangan dalam mengatasi masalah. Makanya, kalo keduanya nggak saling cinta dan nggak ada yang mau mengerti pasangannya, hubungan mereka nggak bakal langgeng.

Jadi, adanya perasaan kuat saling suka satu sama lain akan menimbulkan pengertian dan hubungan pun akan berjalan mulus kayak jalan tol. "Nggak masalah, lanjut aja terus. Kalau udah saling pengertian satu sama lain, hubungan akan awet kok," komentar Dian Aditya Kusuma dari SMAN 13. ternyata bener kata orang, kekuatan cinta dapat mengalahkan segalanya.

Selain saling suka, menurut pendapat 30 persen responDet, pacaran beda usia bisa juga terjadi karena sang pejuang cinta nggak pilih-pilih. Kalo sang cupid udah menembakkan panah asmaranya. "Mencari cinta itu kayak beli baju. Kalau cocok, meski harga mahal atau murah, nggak bakal jadi masalah. Ya udah jalanin aja, ngapain pilih-pilih," terang Desy Pratamawati, pelajar SMA Al-Falah.

Lain padang lain belalang, beda orang beda pula pendapatnya. Mewakili 6,3 persen responDet, Lie Wilson dari Perhotelan UK Petra berpendapat kalau pasangan beda usia tuh dari oroknya demen sama daun tua, atau brondong. "Mungkin mereka nggak mau sama yang seumur, jadi tipe mereka yang lebih tua atau lebih muda gitu," ujar pemilik sapaan Wilson ini.

Trus bisa langgeng nggak pacaran beda usia? "Bisa kok, asal mereka saling mengerti satu sama lain," jawabnya.

Olala… sepertinya para responDet punya resep bagi pasangan yang pacaran beda usia. Adanya rasa saling pengertian bisa bikin hubungan beda usia langgeng nan awet. Mau mencoba?


Sumber: Jawa Pos

Perlu Skenario Bagi Pasangan BEDA UMUR Jauh

Ada anggapan jodoh itu di tangan Tuhan. Tapi, orang selalu berusaha mencari yang "terbaik" bagi dirinya dan juga lingkungannya.

Salah satunya, perbedaan umur yang tidak terlalu menyolok. Jika ternyata yang kita peroleh berbeda dengan "norma" yang berlaku di masyarakat, apa yang harus kita persiapkan?

Sebuah tabloid TV & Hiburan pernah menurunkan head line tentang seorang artis, Eksanti, yang mau menikah. Judul yang dijual adalah, "Saya ingin menikahi pria lebih tua." Mengapa ucapan itu yang diangkat? Padahal kalau dibaca lebih jauh, sedikit sekali keterangan yang mendukung ucapan itu. Dari 8.041 lebih karakter huruf dalam tulisan tentang Eksanti dan calon suaminya, hanya 314 karakter - atau sekitar 4%-nya - yang mencoba menjelaskan mengapa Eksanti mengucapkan kalimat di atas. Jadi, apa istimewanya kalimat itu sehingga harus dijadikan head line?

Jatuh cinta tak pernah salah

"Saya tidak mengerti kenapa itu harus dibahas. Dari dulu kan masalahnya juga selisih usia," kata psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan (LPT) UI, Dra. Dewi S. Matindas.Lantas ia mencontohkan generasi ibunya. "Bekas murid menjadi istrinya, keponakan teman menjadi istrinya," ungkapnya.

Eileen Rachman, psikolog dan direktur Experd, juga berpendapat sama; kasus itu sudah terjadi sejak lama. Hanya kalau dulu orang melihatnya sebagai, "This is a big problem! Sekarang lebih cenderung sebagai tantangan."

Tapi, kedua psikolog juga sepakat, ada segudang masalah yang jauh lebih kompleks pada pasangan tersebut dibandingkan dengan pasangan normal. "Perbedaan usia yang sangat jauh akan menciptakan banyak perbedaan dan bisa menimbulkan masalah; mulai dari pergaulan, selera, dan cara memandang sesuatu. Kemampuan untuk saling menyesuaikan diri dan memahami satu sama lain sangat diperlukan dalam perkawinan beda usia jauh (BUJ). Selebihnya, saya pikir masalah yang dihadapi tak beda dengan perkawinan lainnya," kata Dr. J. Riberu, konsultan perkawinan dan pakar pendidikan.

Sebagai makhluk sosial, setiap individu memang tak bisa lepas dari gesekan dengan orang lain yang akan menilai kita. Inilah yang bisa menjebak pasangan BUJ ke dalam problem pelik. Bagaimana tidak? Ketika dalam tahap pacaran saja, mata masyarakat sudah mengitari setiap jengkal polah tingkah mereka. Tentu dengan bumbu dan bahan yang bisa menghasilkan sayuran yang tidak enak untuk dimasukkan dalam perut.

"Bila kami jalan berdua, orang-orang sering menatap dengan tatapan curiga. Seolah-olah saya ini pencari harta karun. Tanpa mempedulikan perasaan saya, mereka seperti mempergunjingkan saya tanpa sungkan," kata Rini (25) yang berpacaran dengan Ninok, 21 tahun lebih tua.

Kenyataan bahwa perkawinan di Indonesia adalah perkawinan keluarga membuat persoalan semakin melebar. Masing-masing keluarga pasangan tentu memiliki kriteria sendiri dalam menentukan calon menantu. Begitu tahu pasangan tersebut usianya terpaut jauh, pihak keluarga si muda akan memunculkan pertanyaan serius, "Mengapa dia?"

Ini dialami oleh Yanti (23), yang berpacaran dengan Yanto (bukan nama sebenarnya) lelaki berusia 46 tahun. "Orang tua saya marah sekali ketika tahu saya pacaran dengan Yanto. Mereka tak pernah mengerti mengapa saya jatuh cinta pada pria seperti dia," paparnya.

Pertanyaan dan kecurigaan akan bertambah jika yang muda adalah si pria. Nuansa matre akan kental mewarnai benak publik. Kita bisa menengok masa-masa sebelum perkawinan seorang selebriti yang menikah dengan perempuan berusia 10 tahun lebih tua, ... dan mapan! Apalagi jika dikaitkan dengan aktivitas seksual - di mana hantu menopause menghadang di usia paro baya - nuansa itu semakin mengkristal.

Apakah Dewi Amor sedang tidur ketika melepaskan panahnya, sehingga jatuh pada tempat yang salah?

"Jatuh cinta tidak pernah salah. Dalam diri seseorang itu ada kebutuhan untuk mencintai dan dicintai. Yang harus dipikirkan adalah layak atau tidak cinta saya jatuhkan di situ. Benarkah saya mencintainya, atau ada embel-embel lain, seperti status sosial, status ekonomi, dll. yang sifatnya fisik, bukan batiniah? Kalau alasan terakhir ini, banyak hal yang harus dipertimbangkan lagi," kata Dra. Ieda Pernomo Sigit Sidi, psikolog.

Ada need yang belum terpenuhi

Membahas fenomena pasangan BUJ tak bisa tidak harus melihat lingkungan mereka. Jodoh dan cinta memang erat sekali kaitannya dengan lingkungan. Bahasa Jawa mewadahi kalimat itu dengan ungkapan, "Witing tresno jalaran kulino". Entah lingkungan semasa kecil maupun lingkungan di mana ia berkembang menjadi manusia dewasa. Peran orang tua juga turut membangun "rumah pemikiran" sang anak terhadap konsep perkawinan.

Ieda menambahkan, "Seperti yang sering dikatakan orang bahwa wanita jatuh cinta pada pria tua karena dia tidak cukup mendapat kasih sayang, perasaan terlindungi, pengayoman, keamanan, dan kenyamanan dari figur ayah. Bukan berarti dia tidak punya ayah, tapi itu kurang dirasakan. Kebutuhan yang kurang terpenuhi itu, tidak akan menyingkir begitu saja, dia tetap ada di dalam dan tetap menuntut pemuasan."

Hal yang sama juga diungkapkan Riberu, menanggapi kasus si muda pria menikah dengan si tua wanita. "Mungkin karena pria itu mengalami kurang kasih sayang di masa kecil atau kurang pengayoman yang baik sehingga ia selalu ingin diayomi dan itu didapatkannya dari wanita yang jauh lebih tua daripadanya."

Dewi juga yakin, pasti ada need yang belum terpenuhi dalam kasus pasangan BUJ. "Pada anak yang tumbuh dalam keluarga yang normal, yang matang dalam kehidupan sosialnya dan tahu apa yang dia inginkan, serta aspirasinya normal, saya rasa ia akan memilih yang perbedaannya tidak jauh."

Ada banyak need dibalik pasangan BUJ. Yang menonjol memang soal kematangan pribadi. "Saya lebih suka pria matang yang tahu apa yang harus dilakukannya dalam hidup ini. Itu akan lebih membuat saya nyaman dan tentram di sampingnya," aku Rini.

Tapi menurut Ieda, kematangan seseorang tidak bisa ditentukan oleh umur. Pengalaman-pengalaman yang diperolehnya ketika dia tumbuh justru besar kontribusinya terhadap kematangan seseorang. "Ada pria yang justru memasuki masa kegamangan di usia 45 - 50. Apalagi prestasi puncaknya hampir lewat," katanya.

Mengaitkan kedewasaan dengan umur sangatlah tidak relevan. "Apalagi usia tidaklah sama dengan ukuran tinggi badan atau tekanan darah yang bisa ditentukan standar ukuran yang tepat," sambung Dewi. Dewasa secara sosial dan fisik memang ada, "Tapi dewasa secara psikologi patokannya tidak ada," ujar Dewi lagi. Patokannya adalah kematangan dalam bertindak. Dengan begitu, bisa saja seorang adik yang berumur 21 tahun sikapnya lebih dewasa dibandingkan dengan kakaknya yang berusia 27 tahun.

Simak saja pengakuan Mirna (30), lulusan MBA salah satu perguruan tinggi di North Carolina, Amerika. George, suaminya, usianya tujuh tahun lebih muda. "Soal kedewasaan, tak jarang saya lebih childish dibandingkan George. Mungkin karena dia dibesarkan dengan latar belakang Barat yang mandiri sehingga membuatnya lebih matang," katanya mencoba menganalisa.

Dewi melihat, pola asuh di masyarakat kita selama ini memberi keleluasaan wanita untuk membangun kedewasaan secara emosi dan sosial melalui pelimpahan tanggung jawab terhadap tugas-tugas domestik yang diberikan oleh ibunya. Sementara anak lelaki lebih banyak dilepaskan dalam perkembangannya untuk melakukan segala sesuatu yang membuat ia (mungkin) tidak cepat dewasa menghadapi masalah-masalah. Dengan begitu, pria menjadi dewasa dan matang pada umur yang lebih tua dibandingkan dengan wanita.

Namun hal itu bukan hal yang mutlak. Pada tahap perkembangan memang wanita lebih dewasa dibandingkan dengan pria pada umur yang sama. Tapi pada umur-umur yang lain, tunggu dulu. "Misalkan wanita umur 25 tahun kawin dengan pria sebaya. Sebagai psikolog saya bilang, belum tentu si wanita lebih dewasa dibandingkan si pria (Dalam beberapa pembicaraan, Dewi malah sering menegaskan bahwa perkawinan pasangan usia setara justru sering kali ditandai dengan ketidakcocokan karena mereka memiliki ambisi dan kepentingan yang kira-kira sama, serta berada dalam perkembangan yang kira-kira sama juga, sehingga benturannya menjadi banyak). Masalah lingkungan juga sangat besar pengaruhnya. Memang itu individual sebab psikologi memang mempelajari manusia secara individu," kata Dewi.

Komitmen dan skenario

Yang perlu ditengarai soal need tadi adalah karena ekonomi. Inilah yang menimpa pasangan Meiska (26) dan Arman (51). Dalam usianya yang muda, tentu darah muda Meiska minta penyaluran dalam lingkup sosial yang sesuai. Entah di pub, disko, atau nonton. Sementara Arman tak punya waktu dan minat untuk kegiatan rekreatif seperti itu. Andai ia memaksa kumpul dengan teman-teman Meiska, pembicaraannya tidak "nyambung".

Keadaannya juga menjadi terbalik manakala Meiska memasuki "dunianya" Arman bersama kolega-koleganya. "Saya tidak tahu apa yang menarik dalam pembicaraan mereka. Soal bisnis ini, pengusaha itu, uang ketat, dan tetek bengek lainnya. Rasanya saya mirip orang bodoh yang tak tahu apa-apa," tutur Meiska.

Menyadari bahwa ada yang tidak biasa dalam langkah mereka adalah sebagian kunci bagi pasangan BUJ dalam menatap lembaga perkawinan. Kesadaran itu memaksa masing-masing pasangan untuk mengenal pasangannya lebih intensif. Jatuh cinta memang sulit dikendalikan. Tapi, "Cinta bisa ditata serta dibahas secara objektif dan rasional. Kenapa saya jatuh cinta pada dia? Apa yang membuat saya mencintai dia? Apakah karena sikapnya? Apakah benar dia orang yang penuh perhatian, sabar, mengayomi, dan sebagainya? Ketika masuk dalam kehidupan dia, Anda harus pasang radar, tangkap sinyal-sinyal. Apakah yang ditampilkan itu murni atau tidak. Di sini paling tidak Anda mendapat masukan yang bisa dijadikan bahan pertimbangan," ujar Ieda.

Jika sudah sadar, "Tak ada salahnya membuat skenario, lho!" saran Eileen. Bukankah film yang baik juga berasal dari skenario yang kuat? "Semisal, usia perkawinan saya nanti paling berumur 15 atau 20 tahun. Nah, setelah itu harus bagaimana?"

Tapi kesadaran dan skenario belumlah cukup. Dewi menekankan pada komitmen yang harus mereka buat sebelum masuk ke bahtera perkawinan. Mitos mengatakan, dalil perkawinan 50 - 50. "Setiap orang ingin mencari keseimbangan. Masalahnya, apakah dalam kehidupan bersama itu pembagian 50 - 50 bisa tercapai? Tidak, kan? Di situlah pentingnya komitmen," tandas lulusan Fakultas Psikologi ini.

Terakhir, menerima keadaan pasangan apa adanya. "Jangan beranggapan bisa mengubah pasangan Anda. Itu tak mungkin. Cara paling baik adalah mencoba memahami dan menerimanya," kata Dewi. Dalam usaha memahami dan menerima itu diperlukan "bumbu". Soalnya, bahan dasar cinta saja tak cukup.

Menerima ini termasuk kesediaan untuk membimbing pasangan. Dewi menyebutnya sebagai tanggung jawab moral si tua. "Itu kalau mereka menganggap perkawinan sebagai suatu hal yang sangat penting. Bukan sekedar show of force bahwa akhirnya saya dapat dia atau lingkungan tahu saya sanggup mempersunting dia."

Jika sudah begitu, tunggu apalagi. Apalagi sekarang ini, menurut Dewi, masyarakat sudah lebih toleran terhadap hal itu. Jadi, jika pasangan Anda beda usianya sangat jauh tak perlu malu mem-plengkung-kan janur. Asal sudah tahu konsekuensinya.


Dari berbagai sumber.